#LebihDekat dengan Achmad Rezi Fahlevie: Sineas Muda Mendunia

August 23, 2021, oleh: admin Fisipol

Achmad Rezi Fahlevie, sineas muda dari prodi Ilmu Komunikasi angkatan 2015 yang meraih penghargaan di HAK-IS 8th International Short Film Contest Turkey 2019 kategori Best Cinematography, pada Minggu (22/8) kembali mendapat lima prestasi berturut-turut dengan filmnya yang berjudul “Miracle at Dawn (Subuh)” sebagai Juara 1 Film Terbaik di Nimo Competition Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, film Runner Up Indie Movie Competition kategori UMUM di Tebas, Film Terbaik Pixel Sinema 5.0 di Universitas Andalas, Penyunting Gambar Terbaik di Festival Film Klaten, dan sebagai Sutradara Terbaik (Subuh) di Festival Film Islami Lampung.

Reporter Media Fisipol kini telah bersama Achmad, sineas dengan karya fenomenalnya: Lethek (2017), Cerita Masa Tua (2018), Asu Proaktif (2019), dan Pintu Harap Ditutup Kembali (2019). Yuk, simak arti film Subuh berikut makna-makna yang Ia toreh semasa hidup!

Halo Kak Achmad! Selamat atas lima perolehan prestasi yang baru didapat dari film Subuh! Jadi penasaran nih, dari mana sih gagasan dan ide film Subuh didapat?

Terima kasih atas apresiasinya! Ide film “Subuh (Miracle at Dawn)” didapatkan ketika saya sedang KKN di salah satu desa di Magelang, Jawa Tengah. Desa tempat saya KKN itu mayoritas beragama Kristen dan sisanya beragama Islam. Di sana saya melihat seorang bapak memakai sarung, baju koko, serta peci hitam ketika rapat desa, padahal ternyata bapak itu sendiri menganut agama Kristen. Ini yang kemudian menjadi ide film Subuh (Miracle at Dawn).

Wah, seru! Apa proses pembuatan film Subuh memakan waktu yang lama?

Melibatkan diskusi dan pencarian solutif bersama Muhammad Wahyu Saputra selaku produser, proses praproduksi sampai pascaproduksi berjalan cukup lancar selama satu tahun lebih. Film Subuh tidak banyak melibatkan para kru, mengingat situasi pandemi. Setelah draft saya yang ke sepuluh, akhirnya final draft telah siap untuk digarap. Proses ini juga didukung oleh kemudahan lain mulai dari kebutuhan alat produksi yang difasilitasi Lab IK UMY juga beberapa alat dari luar kampus, dan proses perizinan lokasi yang mudah.

Boleh Kak Achmad beri sekilas sinopsis film Subuh?

Film Subuh bercerita tentang seorang pendeta Kristen yang hidup berdampingan bersama anaknya yang mualaf, ini membuat hubungan mereka tidak harmonis. Namun, sang anak selalu berusaha agar hubungan mereka membaik sehingga akhirnya ayahnya tersadarkan oleh “sesuatu”.

Jadi sebetulnya, dari “sesuatu” itu film Subuh sendiri memiliki tujuan yang seperti apa?

Film Subuh bertujuan untuk mengedukasi pentingnya kebersamaan, kepedulian, serta toleransi umat beragama agar selalu rukun dan damai dalam kehidupan sosial.

Apa arti “Subuh” untuk Kak Achmad?

Film ini sebenarnya sangat personal bagi saya sebagai penulis dan sutradara. Almarhum ayah saya orang yang tidak banyak bicara, namun saya bisa merasakan bahwa Ia adalah sosok yang sangat penyayang dan peduli kepada saya serta keluarga. Saya rasa film ini tidak hanya membahas toleransi beragama tapi juga menggambarkan tutur cara mencintai seseorang yang berbeda-beda.

Menurut saya, tidak semua rasa sayang dan peduli bisa diungkapkan dengan kata-kata, rasa itu hanya bisa dilihat dan dirasakan tanpa harus dijelaskan dengan kata-kata. Sayang seorang ayah kepada anaknya terkadang tidak terucap secara lisan, namun dalam diamnya terlihat bahwa sebenarnya seorang ayah sangat sayang dan peduli.

Lantas bagaimana proses diri sekaligus pengalaman Kak Achmad hingga menjadi pembuat film?

Saya menyukai film semenjak SMA, dimulai ketika saya bersama beberapa teman membuat film pertama kami yang berjudul “Surat Terakhir” untuk kelulusan kakak kelas, tetapi berujung  kecewa karena tidak dapat diputar dengan alasan durasi. Walau demikian, kami tidak menyerah dan tetap membuat film berlandasan suka.

Setelah mengambil jurusan Ilmu Komunikasi yang cocok dengan hobi serta kepribadian saya, saya belajar akan audio visual, sembari mengasah kemampuan dengan membuat film juga video komedi di Instagram. Melalui membaca buku, menonton film, berdiskusi, serta banyak mendengar, akhirnya film “Arisanti” yang saya tulis dan sutradarai terpilih di salah satu festival kampus di Surabaya.

Saya percaya bahwa tak ada yang sia-sia jika kita terus belajar dan menerima kritik.

Dari banyaknya penghargaan yang Kak Achmad dapat, kira-kira mana nih yang paling berkesan?

Semua penghargaan menurut saya berkesan, tapi jika harus memilih salah satu dari semuanya, penghargaan film dokumenter “Lethek” sebagai Penata Gambar Terbaik di Turki. Alasannya, saya dapat bersaing dengan banyak film dari berbagai belahan dunia.

Boleh Kak Achmad rumuskan makna “menjadi sineas”?

Menjadi sineas adalah hal yang sangat menyenangkan karena bisa curhat melalui audio visual, medium yang sangat efektif dalam kehidupan modern seperti saat ini, makna sineas juga berarti berbagi hal apapun dengan medium film.

Terakhir nih, pesan Kak Achmad bagi para sineas di Nusantara juga harapan untuk perfilman Indonesia?

Jika ingin menjadi pembuat film adalah dengan membuat film, menonton film, membaca buku, berdiskusi, dan banyak mendengar. Tetap menjadi pembuat film yang baik dengan cara tidak sombong dan angkuh jika ada kritik terhadap karya yang dibuat, ambil baiknya dan buang yang buruknya, terus belajar dan berkarya. Semoga perfilman Indonesia semakin maju dan beragam. (End/RKI)

Baca berita lainnya: